Dimintai tanggapannya, Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Ari Juliano Gema berpendapat langkah yang dilakukan oleh pelaku ekonomi kreatif, dalam hal ini Falcon telah tepat. Menurutnya, kunci diprosesnya suatu pelanggaran mengenai hak cipta mesti dilakukan pertama kali dengan adanya aduan kepada pihak yang berwenang.
“Iya itu sudah benar, karena merasa tindakan itu sangat merugikan yang saat ini (Falcon,-red) sedang berusaha mendapatkan penonton sebanyak-banyaknya karena kalau ada itu menurunkan minat yang menonton,” kata pria yang disapa Ajo ini kepada hukumonline, Selasa (13/9).
Sebagaimana diketahui, sebuah akun dalam aplikasi Bigo Live diduga secara sengaja ‘membocorkan’ film secara live streaming. Kejadian perekaman itu diketahui dilakukan sekira Kamis (8/9) malam dan beredar luas hingga diketahui oleh pihak Falcon Pictures. Respons pertama yang dilakukan Falcon sesaat setelah mengetahui kejadian itu awalnya sebatas memberikan imbauan agar tidak melakukan perekaman ulang dan tersebar secara live dengan bantuan aplikasi.
Warkop DKI Reborn via Youtube |
Berkenaan dengan hal itu, Bekraf juga telah melakukan konsultasi dan koordinasi dengan pihak Ditreskrimsus Polda Metro Jaya terkait laporan yang diterima Bekraf mengenai pembajakan dalam bioskop. Dikatakan Ari, pertemuan Bekraf dengan pihak Reskrimsus siang ini (13/9) tak cuma karena pembajakan film Warkop DKI Reborn melainkan ada cukup banyak laporan dugaan pembajakan film beberapa waktu belakangan.
Dalam pertemuan itu, lanjutnya, Bekraf meminta arahan mengenai bagaimana langkah-langkah yang bisa dilakukan pelaku ekonomi kreatif khususnya pelaku di industri film mengenai upaya terhadap pembajakan. Ke depan, salah satu unit di bawah Reskrimsus, cybercrime, yang akan menindaklanjuti serta mengarahkan mengenai teknis pelaporan, sementara itu Bekraf bertanggungjawab melakukan monitor atas tindak lanjut yang dilakukan unit cybercrime.
“Pelanggaran hak cipta itu mesti ada pengaduan, aduannya mesti jelas apa saja yang diperlukan, kepada siapa, nanti kita dampingi, tindak lanjutnya juga kita monitoring. Karena kami punya tanggungjawab memberikan informasi yang benar, makanya kami konsultasi dulu sama Polda,” katanya menjelaskan.
Terlepas dari hal itu, terkait tindak pelanggaran hak cipta, salah satu jenis tindak pidana yang diatur dan dapat menjerat terlapor pelaku penyebaran adalah mengenai perbuatan penggandaan ciptaan dalam segala bentuk. Penjelasan Pasal 9 huruf b UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dinyatakan bahwa yang termasuk perbuatan penggandaan diantaranya perekaman menggunakan kamera video (camcorder) dalam gedung bioskop dan tempat pertunjukan langsung (live performance). Selain itu, masih dalam pasal yang sama juga diatur mengenai sejumlah pelanggaran antara lain, penerbitan ciptaan, pendistribusian ciptaan, serta pengumuman ciptaan untuk penggunaan komersial.
Terkait kasus ini, konten yang tersebar melalui aplikasi live streaming tercakup melalui pasal tersebut pada sejumlah unsur. Pasal 113 ayat (3) UU Nomor 28 Tahun 2014 mengatur ketentuan pelanggaran tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Selain itu, pada ayat selanjutnya dinyatakan bahwa apabila dilakukan dalam bentuk pembajakan, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp4 miliar.
“Ada berbagai macam hak ekonomi, kalau seandainya orang itu mendapatkan iklan, itu bisa dikategorikan komersil. Maka bisa dijatuhkan pidana sesuai UU hak cipta,” kata Ajo.
Catatan hukumonline, terkait dengan dugaan pelanggaraan lantaran menggunakan media aplikasi live streaming Bigo Live, terlapor berpotensi terjerat ketentuan Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ketentuan tersebut mengatur bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik dipidana penjara delapan tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Dalam ayat selanjutnya, tindakan perekaman sekaligus pendistribusian juga terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar lantaran dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer informasi elektronik atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak, dalam hal ini pengguna aplikasi Bigo Live yang menonton tayangan streaming dari akun dua terlapor secara langsung.
Kemungkinan penggunaan ketentuan UU Nomor 11 Tahun 2008 juga telah terkonfirmasi dengan laporan polisi yang telah dilaporkan oleh Falcon pada Sabtu pekan lalu. Produser Eksekutif Falcon Pictures, HB Naveen yang didampingi kuasa hukum Lydia Wongso akhirnya melaporkan dua terduga pelaku. Keduanya, berpeluang diancam dengan dua undang-undang sekaligus, yakni UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan UU UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengingat media yang digunakan merupakan aplikasi elektronik.
Sebelumnya, melalui suratnya, Bekraf juga telah mengimbau agar pemilik atau pengelola gedung pertunjukan (bioskop) agar meningkatkan pengawasan terhadap penonton dengan sumber daya yang dimiliki seperti CCTV dan petugas keamanan agar tidak terjadi pelanggaran berupa perekaman dan penggandaan secara ilegal dalam bentuk apapun terhadap film yang ditayangkan.
“Memperingati dan menindak secara tegas, langsung di tempat (on the spot), para penonton yang terbukti melakukan kegiatan perekaman dan penggandaan secara ilegal di dalam area bioskop sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tulis Ajo yang juga Ketua Satuan Tugas Penanganan Pengaduan Pembajakan Produk Ekonomi Kreatif, Bekraf, Jumat (9/9).
Sumber : Hukumonline
Editor : Suharno