Foto: Gubernur Sumatera Utara Ir. Tengku Herry, Bersama Wakil Gubermu Sumut Brigjen Nurhajizah Marpaung |
SUARA INDEPENDEN.COM, MEDAN- Pemilihan Wakil Gubernur Sumatera Utara berhasil dilaksanakan. Dari dua calon, Brigjen TNI Purnawirawan Nurhajizah Marpaung akhirnya terpilih mendampingi Gubernur Tengku Erry Nuradi.
Dia terpilih setelah mengungguli calon lainnya Muhammad Idris Lutfi dalam pemilihan digelar DPRD Sumut, Senin (24/10/2016).
Nuhajizah memperoleh 68 suara dari 87 suara sah, sedangkan Idris Lutfi hanya meraih 19 suara dan ada satu suara tidak sah. Nurhajizah yang lahir Asahan ini merupakan ajuan dari Partai Hanura. Sementara Muhammad Idris Lutfi didukung PKS.
“Kalau sampai satu tahun delapan bulan ini tidak ada perubahan, tentu wartawan akan marah sama saya. Kok begini juga, padahal sudah ada ibu-ibu. Kan ibu-ibu paling bisa minta ke bapaknya. Nanti kita akan berupaya minta ke bapak-bapak di pemeritah pusat,” kata mantan Kepala Biro Hukum Setjen Kemenhan ini ini seperti dilansir Merdeka.
Nuhajizah bakal menjadi Wagub perempuan pertama di Sumut. Ditanya soal itu, dia mengaku bersyukur dan berharap dapat dicontoh perempuan lainnya di masa akan datang. “Karena perempuan itu kan lebih apik mengurus anak-anaknya, ngurus rumah, ngurus suami, samalah nanti juga dengan di sini (Pemprov Sumut) nanti,” ujarnya.
Sejatinya pemilihan hari ini tak berjalan dengan mudah. Lantaran diwarnai kontroversi karena ada surat dari PTUN Jakarta yang meminta proses itu dihentikan. Penyebabnya, PKNU mengajukan gugatan karena tidak dilibatkan untuk mengusulkan nama calon wagub.
Pemicunya lainnya laporan Pansus Wagubsu DPRD Sumut halaman 12 poin 9 yang menyatakan dasar hukum pemilihan yakni pasal 176 ayat 1,2, dan 4 UU No 10 tahun 2016, karena belum adanya peraturan pelaksana berupa peraturan pemilihan kepala daerah khusus untuk pengisian jabatan wakil Gubernur Sumut yang kosong.
Terkait kontroversi itu, salah seorang anggota DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan (PDIP), sempat protes dan menyatakan proses pemilihan cacat hukum. Dia kemudian memilih keluar ruang paripurna.
Sutrisno Pangaribuan mengatakan, jika mendasarkan pada UU 176 tersebut, maka pengajuan calon wakil gubernUr harus diajukan bersama-sama oleh partai politik atau gabungan partai politik.
“Saya minta penjelasan dari pimpinan dasar undang-u dang yang mana yang kita pakai dalam pemilihan ini?, jangan sampai kita ikut melanggar aturan,” katanya saat interupsi.
Pertanyaan ini sendiri tidak dijawab oleh pimpinan sidang Parlinsyah Harahap. Parlinsyah berpendapat, hal tersebut sudah dibahas oleh pansus yang dibentuk untuk memproses pemilihan wakil gubernur tersebut.
“Jadi karena itu semua sudah dibahas oleh pansus, saya rasa tidak perlu dibahas. Dan sidang akan dilanjutkan,” ujarnya.
Jawaban ini memicu reaksi keras dari Sutrisno. Menurutnya, hal tersebut harus dituntaskan agar hasil sidang tidak menjadi inkonstitusional. Namun interupsinya tidak diterima sehingga sutrisno maju ke meja pimpinan dan menyalami pimpinan sidang dan membawa palu sidang sembari walk out.
Situasi ini membuat suasana menjadi heboh dimana sebagain dewan langsun mendesak agar pimpinan sidang melaporkan hal tersebut kepada Badan Kehormatan Dewan (BKD).
“Ini meupakan intervensi sidang, saya rasa ini harus dilaporka ke BKD dan Institusi penegak hukum,” teriak Muslim Simbolon.
Sidang sempat terhenti karena palu pimpinan yang dibawa oleh Sutrisno. Namun beberapa saat kemudian sidang dilanjutkan setelah palu pengganti disediakan oleh pegawai DPRD Sumut.
Sekadar mengingatkan, pemilihan ini dilakukan untuk mengisi kekosongan posisi Wagub Sumut. T Erry Nuradi yang sebelumnya menduduki jabatan itu sudah menjadi Gubernur Sumut setelah Gatot Pujo Nugroho diberhentikan karena terbukti bersalah dalam perkara suap hakim PTUN Medan.
Rabu, 26 Oktober 2016
Jurnalis: M.Asso
Editor: Rifai Harahap