Foto: Andi Anto, Ketika diwawancarai Aksi Bela Islam 212 |
SUARA INDEPENDEN.COM, JAKARTA- Pelaksanaan Aksi Bela Islam 212 yang tergabung dalam GNPF-MUI, pada awalnya direncanakan berjalan dengan damai yang dilaksanakan pada tanggal 2 Desember 2016. Rencana aksi super damai tersebut terbukti dengan aksi yg melibatkan jutaan ummat islam tanpa ada insiden dan kerusuhan," kata Korlap Andi Anto Mantan Pengurus PB HMI Rabu (4/01/2017).
Andi mengatakan bahwa ” Aksi super damai dibawah komando GNPF-MUI mendapat penilaian dan respon antisipatif yang sangat berbeda dari Pemerintah”, “Sejumlah tokoh yang rencana terlibat dalam aksi tersebut pada jumat dini hari mendapat perlakuan yang sangat represif dari penguasa, Sebanyak 11 tokoh ditangkap pada jumat menjelang subuh sebelum melaksanakan Aksi Bela Islam 212," ujarnya.
Penangkapan tersebut merupakan bentuk matinya simbol demokrasi di Indonesia, Dimana kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat telah dibungkam, Perbuatan rezim yang sangat otoriter telah menimbulkan matinya simbol demokrasi di Indonesia dan merupakan bentuk perbuatan yang melanggar Undang-undang Hak Azasi Manusia," Terang Andi Anto
Korban Aksi bela Islam 212, sebagai peserta aksi berencana melaksanakan aksi dengan tuntutan agar pelaku penista agama ditahan dan dihukum sesuai dengan prosedur hukum yg berlaku. Tetapi justru sebaliknya, mereka ditahan sebelum melaksanakan aksi. Sementara sang penista agama sampai hari ini tidak ditahan Kata Andi Anto
Ketidak adilan dalam proses penegakan hukum terlihat sangat nyata ketika sang penista agama tidak ditahan sementara pelaku demontrasi justru ditahan, Sampai dengan hari ini masih ada tokoh aksi bela islam yang masih ditahan oleh pihak polda metro jaya yaitu sdr. Rijal, sdr. Jamran dan sdr. Sribintang Pamungkas Kata Andi Anto
Proses penegakan hukum terlihat sangat deskriminatif, ketika tokoh2 yang lain dibebaskan dari tahanan karena mempunyai kekuatan politik dan jaringan yang besar, sementara tokoh2 yang lain sebanyak 3 orang msh tetap ditahan Kata Andi Anto
Pasal makar dan undang-undang ITE menjadi dasar dalam memproses dan menahan para aktifis yang kritis terhadap penguasa. Situasi tersebut mirip dengan kekejaman dan kekerasan serta bentuk otoritarian pemerintah dimasa lalu, dengan memberlakukan Petrus dan undang-undang NKK BKK Kata Andi Anto
Stop rejim tiran
Stop pembungkaman terhadap aspirasi rakyat.
Bebaskan pejuang islam
Bebaskan pejuang rakyat
Untuk itu kami yang tergabung dalam solidaritas Peduli Korban Aksi Bela Islam 212 menuntut :
1. Meminta kepada DPR RI komisi III untuk memanggil Kapolri dan Kapolda agar segera membebaskan sdr. Rijal, sdr. Jamran dan sdr. SBP
2. Meminta kepada DPR RI untuk membentuk tim khusus guna mengungkap segala perbuatan penegak hukum yang tidak sesuai dengan prosedur hukum dan secara nyata telah melanggar HAM.
3. Meminta kepada DPRRI untuk segera menggunakan hak inisasi DPR sebagai fungsi kontrol untuk segera meminta kepada Kapolri agar memberhentikan Kapolda dari jabatannya.
4. Meminta kepada ketua DPRRI untuk segera memanggil Presiden RI karena telah menciptakan suasana tegang dan gaduh, dengan bentuk pemerintahan yg sangat otoriter serta represif yang tentu saja sangat bertentangan dengan azas2 dan dasar negara kita yaitu Pancasila dan UUD45 yang mengutamakan nilai2 demokrasi Tutup Andi Anto
Kamis, 05 Januari 2016
Jurnalis: Asso
Editor: Ginanda