SUARA INDEPENDEN.COM, JAKARTA- Kini kota Bima menginjakan kaki pada umur yang ke-15 tahun setelah pada tahun 2002 wajah Bima kembali di mekarkan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002. Kota yang terletak paling timur dipulau Sumbawa ini memiliki 5 kecematan dan 38 kelurahan dengan luas wilayah 437.456 Ha dan jumlah penduduk 419.302 jiwa dngan kepadatan rata-rata 96 jiwa/km2 (website kota Bima). Kota yang mayoritas penduduknya masih di diamin oleh suku asli Bima atau dikenal “DOU MBOJO” dengan mayoritas agama Islam ini selalu menghadirkan nilai-nilai budaya islam sebagai jelmaan dari mayoritas yang di anut rakyat kota Bima. Maka tidak heran jika beberapa tahun belakangan ini, ketika kota bima merayakan hari jadinya selalu dimeriahkan dengan haflahtul Qur’an sebelum melakukan pawai kebudayaan pada setiap tanggal (11/04). Ini adalah terobosan baru yang di perlihatkan kota Bima untuk melindungi dan membudayakan nilai-nilai islam di tatanan masyarakat.
Namun di hari jadinya yang memasuki umur yang ke 15 ini kota Bima kembali dihangatkan dengan isu dan pemberitaan penggrebakan anggota DPRD kota Bima dan Oknum Polri yang dalam keadaan ber-duaan dalam satu rumah. lebih ironisnya lagi ternyata oknum anggota DPRD ini merupakan putri bungsu dari Wali Kota Bima. DPR yang mendapatkan mandat dari rakyat untuk mewakili suara rakyat justru mempertontonkan tindakan yang tidak layak dikatakan sebagai Wakil Rakyat. Apa yang di tunjukan ini merupakan hal yang sangat memalukan, yang tentu saja melecehkan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai norma yang terkandung dalam konstitusi maupun agama.
Lagi-lagi ini merupakan pembelajaran yang sangat berharga utuk masyarakat Indonesia lebih khususnya kota Bima dan umat islam, bahwa dalam proses seleksi pengankatan pejabat public baik di legislative maupun eksekutif sudah seharusnya kita mengedapankan individualistic yang bermoral dan tentu saja berintelektual. Sehingga kejadian seperti ini tidak patut untuk kita dengar dan dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya.
Penyakit sosial semacam ini rentan terjadi terhadap siapapun, maka untuk menghindari sejak dini salah satu solusi alternative yang bisa penulis sampaikan kepada masyarakat kota bima dan jajaran pemerintah kota bima. Mari sama-sama kita kawal dan selesaikan secara hukum terhadap oknum yang telah melakukan tindakan asusilas ini, sebab ini adalah cerminan dari moral daerah dan tentu saja terhadap budaya islam di kota bima. Tidak bisa kita membiarkan begitu saja lantaran mereka sebagai oknum DPR dan Kepolisian, tidak wajar jika hanya dalam bentuk teguran semata. Maka kiranya harus diseret dan dihukum sesuai dengan konstitusi yang berlaku sebagaia solusi yang solutif untuk itu.
Di akhir tulisan ini, saya megucapkan semoga di tahun yang ke 15 ini, kota Bima tetap dikenal sebagai kota yang cinta terhadap agamanya, kota yang selalu melestarikan budaya-budaya islam. Dan tetu saja dapat dijauhkan dari segala macam mala petaka dan kehancuran.
Ditulis Oleh: Indra Saputra (Ketua Umum Lingkar Study Mahasiswa Ntb)
Selasa, 11 April 2017
Editor: Hamzah